Siapakah Salman Al Farisi? Kerendahan Hati Mengikuti Kebenaran

Siapakah Salman Al Farisi? Salah seorang sahabat Rasulullah yang bukan orang Mekkah atau Madinah. Mari kita simak perjalanan hidupnya untuk mencari kebenaran dan mengikuti kebenaran.

Pengalaman, ilmu dan segala yang kita dapati hingga kini membentuk diri kita seperti sekarang ini. Semua membangun cara berpikir dan bertindak kita. Seringnya, bila salah, berat bagi kita mengubah cara berpikir tersebut.

Tapi tidak bagi Salman Al-Farisi. Kerendahan hati mengikuti kebenaran mengantar hidayah masuk dalam kalbunya.

Berasal dari Majusi

Berasal dari daerah Persia sebagaimana nama al-farisi, Salman muda mengikuti ajaran nenek moyangnya. Bangsa Persia adalah penyembah api atau Majusi. Dan lahir di lingkungan keluarga kaya, semua kebutuhannya dengan mudah terpenuhi.

Tapi Salman muda terkejut ketika ia bertemu dengan sebuah agama baru, Nasrani. Seharian ia memperhatikan cara mereka beribadah. Dan akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa agama Nasrani lebih baik dari Majusi.

Saat kesimpulan ini ia sampaikan kepada ayahnya, Sang Ayah menjadi khawatir. Ia tidak ingin anak yang dicintainya meninggalkan dirinya dan agama nenek moyangnya. Salman pun disekap di rumahnya sendiri.

Baca juga: Mengapa Umar bin Khattab Menolak Atas Perjanjian Hudaibiyah?

Memeluk Agama Nasrani

Tapi keinginan Allah berbeda dengan keinginan Ayah Salman. Setelah mendengar bahwa ada rombongan yang berangkat ke daerah pemeluk agama Nasrani, Salman memutuskan untuk pergi bersama mereka. Ia ingin mendapatkan kebenaran.

Di tempat yang baru ia bertemu dan tinggal bersama salah seorang pemuka agama Nasrani atau uskup. Ia belajar dan beribadah di bawah bimbingan uskup itu.

Semakin lama, Salman tahu bahwa uskup ini tidak jujur. Seringkali ia menggunakan uang sumbangan jemaah untuk keperluan pribadi. Dan semua ini Salman bongkar setelah uskup ini meninggal.

Ia kemudian “nyantri” ke beberapa orang uskup yang lain. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Hingga akhirnya ia mendapat nasihat untuk meninggalkan tempatnya. Karena dalam agama Nasrani telah terjadi banyak kerusakan. Tapi siapakah Salman Al Farisi? Ia butuh dengan kebenaran.

Demi Kebenaran Ia Rela Jadi Budak

Dari pesan uskup terakhir ia disarankan untuk pergi ke daerah Arab. Sebuah daerah tempat tumbuhnya kurma. Di sana ia akan menemui seorang nabi. Ciri-ciri nabi tersebut adalah ia tidak memakan harta sedekah tapi makan harta hadiah dan ada tanda kenabian di antara bahunya.

Berbekal pesan ini Salman berangkat bersama rombongan pedagang Arab. Malang, di tengah perjalanan semua harta bendanya dirampas. Salman sendiri dijual menjadi budak kepada salah seorang Yahudi Bani Quraidhah di Madinah.

Setelah beberapa tahun berlalu ia mendengar bahwa ada seorang nabi yang hijrah ke Madinah. Mendengar hal ini Salman bergegas ingin menemui nabi itu dan ingin membuktikan ciri-ciri yang disampaikan oleh uskup terakhir yang ia temui.

Singkat cerita, Salman memeriksa kenabian Rasulullah SAW dan membenarkannya. Ia bersyahadat dan menjadi salah satu sahabat utama Rasulullah SAW. Dan kisah bagaimana usulnya untuk membuat parit di Perang Ahzab sudah kita ketahui bersama.

Sahabatku, inspirasi yang harus kita teladani dari Salman al-Farisi ra adalah kerendahan hatinya mengikuti kebenaran. Banyaknya majelis ilmu yang kita ikuti atau buku-buku yang kita baca tidak bisa mengubah kebiasaan dan cara berpikir.

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al A’raf: 175)

Baca juga: Kisah Sejarah Hudaibiyah, Kemenangan itu Adalah Hudaibiyah

Semua ilmu dan pengalaman itu menjadi sia-sia bila kita tidak merendahkan hati untuk mengikuti kebenaran. Merendahkan hati mengikuti kebenaran itu termasuk mengakui bahwa bisa jadi yang selama ini kita dapati masih salah. Atau mengakui bahwa kita ini masih banyak kekurangan.

Hai manusia, kamulah yang berkehendak (fakir) kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Faathir: 15)

Dan bukankah kita semua ini selalu kekurangan? Hanya Allah saja Yang Maha Kaya. Itu tadi kisah singkat siapakah Salman Al Farisi, semoga menginspirasi.

Wallahu a’lam.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *