Hakikat harta kita sebenarnya adalah harta yang kita gunakan (konsumsi) dan yang kita amalkan. Sementara yang kita simpan adalah milik ahli waris kita.
Hujan Dikhususkan untuk Seseorang
Suatu ketika, ada seorang pengembara berada di sebuah padang pasir. Tiba-tiba ia mendengar suara di awan, “Siramilah kebun si Fulan.”
Awan itu bergerak. Orang ini pun mengikuti awan. Tidak seberapa lama awan itu kemudian menurunkan hujannya.
Bergegas orang itu menuju arah hujan. Dijumpainya seseorang sedang mengatur aliran air dengan sekopnya.
Ia mendekat dan bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah namamu?”
Yang ditanya menjawab, “Namaku Fulan”. Ternyata namanya memang sama dengan yang didengarnya dari awan.
Baca juga: Amalan Ringan, Berat Timbangan
Si pengatur aliran air bertanya, “Wahai hamba Allah, kenapa engkau bertanya namaku?”
Aku mendengar suara di awan yang kemudian turun hujan di kebunmu. Awan itu berkata, ‘Siramilah kebun si Fulan, yang ternyata adalah namamu. Apa yang kau lakukan sehingga mendapat keistimewaan seperti ini’”. Lanjut si pengembara.
“Karena kau mengatakannya, aku dalam mengelola kebunku ketika masa panen membagi hasilnya menjadi tiga. Sepertiga aku sedekahkan, sepertiga aku makan bersama keluargaku, dan sepertiganya aku kembalikan ke kebun sebagai bibit.” Kisah ini diceritakan dalam hadits riwayat Imam Muslim No. 2984.
Harta Menjaga Harta
Sahabatku, kaidah umumnya, harta itu akan berkurang bila ia diberikan kepada orang lain. Tapi tidak demikian bila harta disedekahkan. Ia akan bertambah dan bertambah. Dan tidak hanya itu ia juga menjadi asuransi bagi pemiliknya.
Harta yang dizakati tidak akan susut (berkurang). (HR. Muslim)
Siapa yang menyangka bahwa di sebuah padang pasir akan ada awan yang bergerak membawa air hujan yang dikhususkan untuk sebuah kebun tertentu?
Maka bagi seorang muslim, inilah yang akan menjaga keberlangsungan harta yang mereka miliki. Bukan ditabung di bank dengan tingkat keamanan maksimal, atau diasuransikan, tapi mengeluarkan hak harta lewat sedekah atau zakat.
Mensedekahkan harta sebuah amal yang mulia. Dari asal katanya, shod, dal, dan qof, sedekah juga menjadi bukti pembenaran iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka yang imannya terjaga akan membuktikannya dengan bersedekah. Karena ia yakin benar bahwa semua harta yang dimiliki oleh manusia adalah karunia Allah.
Dan Allah sudah mengatur semua rizki yang dimiliki oleh manusia. Tidak akan tertukar dan tidak akan berkurang dari ketetapan Allah.
Sesungguhnya rezeki mencari seorang hamba sebagaimana ajal mencarinya. (HR. Ath-Thabrani)
Penyebab Datangnya Rezeki
Harta yang ditunaikan zakatnya, sedekahnya, atau digunakan untuk membantu saudaranya yang kekurangan adalah salah satu penyebab seseorang mendapatkan rizki.
Dari Anas r.a., katanya: “Ada dua orang bersaudara pada zaman Nabi s.a.w. salah seorang dari keduanya itu datang kepada Nabi SAW., yang lainnya lagi bekerja. Orang yang bekerja ini mengadu kepada Nabi SAW. mengenai saudaranya -yang menganggur itu- lalu beliau SAW. bersabda: “Barangkali engkau diberi rezeki -oleh Allah- itu adalah dengan sebab adanya saudaramu -yang engkau beri pertolongan makan dan lain-lain itu.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan isnad shahih atas syarat Muslim.
Tapi banyak orang tidak sadar akan hal ini. Dengan mudah mengeluarkan uang untuk membeli baju baru, mobil baru, rumah baru, yang bisa jadi kalau tidak dibeli juga tidak berpengaruh besar dalam hidunya.
Sementara porsi untuk sedekah dan zakat baru di keluarga setelah tinggal sisanya. Seolah-olah ada gambaran bahwa kekayaan yang disedekahkan akan membuat mereka miskin. Hakikat harta dengan sedekah akan semakin bertambah.
Syetan Menakuti Manusia akan Miskin dengan Zakat dan Sedekah
Dan barang-barang yang mereka beli akan membuat mereka kaya. Ini tipu daya syetan yang membuat mereka takut jatuh miskin karena sedekah atau zakat.
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.”(QS. Al Baqarah: 268)
Sebenarnya harta dan kekayaan yang kita miliki bukan yang kita beli dan kita kumpulkan. Semua itu menjadi milik ahli waris kita.
Ketika kita berangkat menuju alam barzakh, tidak ada yang ikut dengan kita. Semuanya tanpa terkecuali menjadi milik ahli waris kita.
Lalu mana yang sebenarnya menjadi harta kita? Yaitu yang kita gunakan untuk beramal baik. Zakat, sedekah, wakaf, semua bentuk kebaikan dengan harta menjadikan harta selamanya menjadi milik kita. Itulah hakikat harta yang sebenarnya menjadi milik kita.
Ketika di alam barzakh, pahala amal kebaikan kita dengan harta akan selalu menemani kita. Ketika di Hari Penghitungan, ia juga menjadi pemberat amal kebaikan kita.
Lalu apa lagi yang menyebabkan kita berat? Amal dengan harta tidak hanya menjadi penjaga harta kita, tapi juga menjadi harta milik kita selamanya.
Wallahu a’lam