Mari Menunjukkan Kebaikan pada Keluarga

Menunjukkan pada kebaikan adalah jalan mengenalkan surga. Dunia kita sekarang ini adalah dunia yang berbeda dengan ayah dan ibu kita. Dahulu seorang ayah adalah tulang punggung keluarga. Dan Ibu kita adalah panglima rumah tangga.

Kini, segalanya berbeda. Suami dan istri kini menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Kebutuhan sehari-hari membuat para istri harus juga keluar dari rumah untuk membantu suami.

Di Keluarga Ada yang Berubah

Memang ini adalah jaman yang berbeda.
Namun tahukah engkau saudaraku, ketika anak-anak tidak lagi menjumpai orang tua mereka, siapa yang harus mereka teladani?

Tentang pertanyaan yang harus mereka cari jawabannya, kepada siapa harus bertanya? Tentang masalah yang mereka hadapi, ke mana harus mencari solusinya? Tentang hati dan keinginan mereka, kepada siapa harus berbagi?

Waktu untuk bertemu keluarga kini menjadi sesuatu yang mahal. Bahkan seringkali di akhir pekan pun keluarga masih harus mengalah dengan aktivitas-aktivitas selainnya. Bagaimana anak-anak, anggota keluarga terdekat bisa kita ajak ke arah kebaikan bila bertemu saja hanya menyisakan tenaga?

Sahabatku, keluarga adalah pondasi negara. la adalah miniatur pemerintahan bangsa. Dan semuanya dimulai dari sana. Bila kondisinya tenang, tentram, masalah terselesaikan, maka ke depan bolehlah kita berharap akan menemukan negara yang besar dan kuat.

Namun bila keluarga kini menjadi institusi yang kerap ditinggalkan, kerap hanya menjadi pelarian atas masalah yang tak terselesaikan, bagaimana mungkin kita menginginkan negara yang hebat dan menggemparkan?

Sesungguhnya berlaku adil dan seimbang memang tidak mudah. Di antara kesibukan dan hiruk pikuk dunia dalam mencari nafkah, kita harus menghemat tenaga karena kita tetap harus berjumpa dengan keluarg dalam kondisi prima.

Baca juga: Khianatnya Istrinya Nabi Nuh adalah Ternyata….

Tidak Cukup Dunia

Tidakkah kita ingin mereka juga merasakan keberadaan kita? Tidakkah mereka juga berhak mendapatkan kehadiran dan kesempatan berjumpa? Meski tidak mudah untuk melakukannya, hal itu terlalu penting untuk ditunda.

Bukannya nafkah itu tidak penting. Pun bukan pula peran kita di masyarakat tidak penting. Namun di samping itu semua, kita juga harus melihat keluarga kita sebagai hal yang mendapatkan porsi yang sepadan.

Dan bukankah tujuan mencari nafkah itu juga untuk keluarga yang kita cintai? Namun sadarkah kita bahwa kebutuhan dunia kita tidak boleh mengalahkan kebutuhan jiwa mereka akan perjumpaan dengan kita.

Raga mereka boleh terpenuhi. Siapakah yang menunjukkan kebaikan kepada mereka? Tapi siapakah yang akan memenuhi dahaga rindu mereka untuk bermain bersama ayah dan ibunya? Siapakah yang akan mengenyangkan lapar perhatian dan kasih sayang mereka? Siapakah yang mampu memberikan cinta yang tulus kepada mereka selain ayah dan ibunya?

Cerita-Cerita Keluarga Nabi

Sahabatku, jangan sampai kejadian-kejadian sejarah kelam keluarga berulang. Allah telah mengingatkan kita bahwa ada kejadian penting dalam keluarga para nabi. Kejadian yang seharusnya menjadi ibrah bagi kita semua.

Ingatkah kau sahabatku, tentang Kan’an putra Nabi Nuh AS? Bukankah Nuh seorang da’i? la memiliki keimanan dan ketakwaan di sisi Allah yang tak terkira. Namun Kan’an putranya ternyata tidak termasuk di antara orang-orang yang beriman kepadanya.

Ingatkah kau sahabatku, tentang istri Luth AS? Bukankah Luth seorang da’i? la memliki ketinggian iman dan takwa yang tak ternilai di sisi Allah. Namun istrinya menolak bergabung bersama dia untuk tunduk dan patuh terhadap aturan Allah.

Kasus mereka adalah ujian dari Allah. Nuh dan Luth telah berusaha dengan sebaik-baiknya untuk mengingatkan dan mengajak. Ketika anggota keluarga dekat tak kunjung menyambutnya, para nabi tersebut menyerahkan urusannya kepada Allah semata. Kita, sudahkah kita hadir di tengah keluarga kita?

Di antara waktu-waktu kita berpendar di seluruh jagad raya, hadirkah kita dengan sepenuh jiwa, raga dan perhatian kita? Atau kita hanya membiarkan mereka mendapatkan sisa-sisa, sisa waktu, sisa tenaga, dan sisa perhatian.

Bila nanti ternyata mereka tidak kunjung menjadi orang yang mengamalkan kebaikan, pantaskah kita menyerahkan urusan tersebut kepada Tuhannya? Karena Tuhannya sudah mentakdirkannya menjadi orang tercela. (Na’udzubillah min dzalik)

Semoga di Ramadhan ini sahabatku, kita bisa bersama, dengan semua anggota keluarga. Kita bisa berkumpul merasakan nikmat ibadah puasa. Kita bisa menikmati hidangan buka puasa sebagai amal ibadah utama. Kita bersama bisa shalat berjamaah dan merasakan taushiyah di malam-malam yang mulia.

Kita bisa saling membetulkan bacaan Quran yang terbata-bata. Semoga Ramadhan ini menjadi momen berkumpul dalam ibadah kepada Allah dan menunjukkan kebaikan kepada keluarga.

Wallahu A’lam

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *