Tanda Muslim Sejati, Mulia dengan Islamnya

Apa tanda muslim sejati? Secara umum mengikuti dengan konsekuen apa yang disyahadatkan. Tidak goyah meski konsekuensinya dinilai orang merugikan.

Sahabatku yang dirahmati Allah, pembenaran dan pembelaan kita kepada Rasulullah memunculkan anugerah yang luar biasa. Banyak sahabat Nabi SAW sebenarnya adalah orang yang biasa-biasa saja sebagaimana diri kita. Namun keyakinannya membuat ia mulia di dunia dan dalam pandangan Allah.

Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah nama-nama sahabat mulia di sekeliling Rasulullah. Selain mereka masih banyak lagi yang menjadi luar biasa mulia karena kesaksiannya. Ada seorang wanita Anshar yang tak disebutkan namanya dalam kitab-kitab sejarah mendapat kemuliaan itu.

Janda yang Dicari-Cari

Suatu saat Rasulullah mengajak Julaibib, salah seorang sahabat beliau untuk melamar seorang gadis Anshar. Sementara, Julaibib adalah sosok menantu yang tidak diharapkan oleh mertua manapun.

Maka saat Rasulullah melamarkan Julaibib kepada salah satu keluarga Anshar, sang ayah dan ibu enggan menikahkan putrinya. Mereka dalam keadaan bingung. Mereka tidak setuju Julaibib menjadi menantu tapi mereka sadar bahwa yang melamarkan adalah Rasulullah sendiri.

Di saat seperti itu sang gadis yang mendengar percakapan orangtuanya memberi pernyataan mengejutkan. “Apakah mungkin Rasulullah menginginkan keburukan bagi kita?”

Tentu saja jawabannya adalah tidak. Tidak mungkin Rasulullah menginginkan keburukan. Maka mereka pun setuju dengan permintaan Rasulullah. Itu tanda muslim sejati.

Tidak lama, sebuah kewajiban jihad datang. Julaibib ikut dalam barisan perang Rasulullah. Saat Rasulullah menjumpai bahwa Julaibib telah syahid, beliau sendiri yang mengangkat jasad Julaibib dan meletakkannya dalam kubur.

Selain mendoakan Julaibib, Rasulullah juga mendoakan janda Julaibib. “Ya Allah limpahkan kebaikan yang berlimpah kepadanya dan jangan jadikan kehidupannya dalam kesusahan.”

Setelah peristiwa itu, banyak sahabat yang menyatakan bahwa tidak ada janda yang lebih dicari melebihi janda Julaibib.

Mantan Budak yang Jadi Mulia

Ada dua sahabat Nabi yang juga sebenarnya berasal dari orang yang biasa saja. Bahkan keduanya adalah bekas budak. Nama keduanya adalah Bilal bin Rabah dan Salman Al Farisi.

Tapi begitu dua kalimat syahadat terucap dari lisan mereka, kemuliaan itu muncul. Bilal menjadi muadzin di masjid Nabi. Sementara Salman Al Farisi lebih kita kenal sebagai pencetus ide parit saat pasukan Kafir Quraish datang menyerbu Madinah.

Keduanya menjadi mulia karena kesaksian dan keteguhan mereka mejalani konsekuensi kesaksian.

Mantan Pendeta Yahudi, Abdullah bin Salam

Sahabat Nabi berikutnya adalah Abdullah bin Salam. Ia adalah seorang pemuka agama Yahudi yang masuk Islam. Yang kita bayangkan mungkin, “Apakah mungkin seorang mantan pemuka agama Yahudi bisa diterima oleh umat Islam?”

Tapi ia tidak hanya diterima. Bahkan ia menjadi salah seorang sahabat dekat Rasulullah. Nama Abdullah sendiri adalah nama yang diberikan oleh Rasulullah.

Inilah sahabatku, karunia Allah bagi mereka yang memegang teguh syahadat. Mereka tidak merasa khawatir dengan apa yang diperintahkan atau dilarang akan merugikan diri mereka.

Mereka membenarkan berita yang dibawa oleh Rasulullah. Mereka selalu berusaha mengikuti apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Ini tanda muslim sejati.

Umar dan Kedatangannya di Palestina

Ketika Palestina dibebaskan dari kekuasaan Romawi, Amr bin ‘Ash selaku Gubernur Mesir, tidak sabar menunggu kedatangan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab.

Para pendeta Nasrani dan penduduk Palestina juga tidak sabar. Mereka membayangkan kemegahan Raja umat Islam yang akan segera datang.

Dari kejauhan nampak Umar bin Khattab datang dengan satu orang pembantunya. Dengan pakaian yang beberapa bagiannya sudah tertambal ia bergantian mengendarai satu ekor unta dengan pembantunya.

Baca juga: Mengapa Umar bin Khattab Menolak atas Perjanjian Hudaibiyah

‘Amr bin Ash kemudian datang menemui Umar bin Khattab. Agaknya ia berharap Umar akan datang dengan penampilan yang lebih wah. Ia pun meminta agar Amirul Mukminin bersedia mengganti pakaiannya.

Umar tidak suka nada ‘Amr bin Ash. Ia berkata, “Wahai ‘Amr, kita ini menjadi mulia dengan Islam. Maka kita akan menjadi rendah bila dengan selainnya.” Umar menasihatinya bahwa kemegahan
dalam pakaian dan penampilan malah membuat seorang muslim menjadi rendah.

Sahabat, kemuliaan bagi seorang muslim adalah saat ia ber-Islam sepenuhnya. Dengan teguh menjalani konsekuensi syahadat itulah jalan meraih kemuliaan sejati.

Wallahu a’lam.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *