Sahabatku, apa kesimpulan dari perang Badar? Bagaimana bila ada pertarungan antar keluarga? Bagaimana bila engkau harus berhadapan dengan ayahmu dalam sebuah pertarungan? Apakah kau akan melawannya? Ataukah engkau akan menghindarinya?
Pertarungan Antar Keluarga
Dalam perang Badar, banyak cuplikan pertarungan yang menghadapkan antar anggota keluarga. Anak harus berhadapan dengan ayahnya. Seorang ayah harus melawan anaknya. Kerabat berhadapan dengan kerabatnya yang lain. Semua karena memang didesain oleh Allah untuk menunjukkan kepada kita betapapun kecintaan kita kepada keluarga tidak boleh mengalahkan kecintaan dan ketundukan kita kepada Allah SWT
Baca juga: Khianatnya Istri Nabi Luth tidak seperti yang Kubayangkan
Salah seorang sahabat yang terkenal, Abu Ubaidah bin Al Jarrah menjumpai ayahnya di perang Badar. Namun kondisinya berlawanan, la berada bersama Rasulullah dalam bingkai Islam, sementara ayahnya ternyata berseberangan. Sang Ayah memilih untuk memusuhi Rasulullah dan Islam. Sebenarnya Abu Ubaidah sadar betul akan hal ini.
Oleh sebab itu ia mencoba menghindari untuk bertempur melawan ayahnya. Namun Sang Ayah, Al Jarrah, tidak tanggap. Melihat kehadiran Abu Ubaidah, ia malah bersemangat untuk menghina agama anaknya. Berkalil-kali ia memuja-muja berhala dengan suara yang lantang. Akhirnya, yang terjadi maka terjadilah. Abu Ubaidah mendekati ayahnya dan membunuhnya,
Di adegan lain, beberapa sahabat juga mengalami hal yang serupa. Abu Bakar pun berhadapan dengan anaknya yang kafir ketika itu Abdur Rahman. Mush’ab bin Umair membunuh saudaranya, Ubaid bin Umair. Umar, Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Al Harits juga harus berhadapan dengan kerabat mereka dan membunuh mereka semua. Hal ini diterangkan dalam Al Quran,
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih- sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara- saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (QS. Al Mujaadilah: 22)
Keluarga adalah Bekal
Ayat ini memang menerangkan kondisi para sahabat nabi yang disebutkan di atas.Maka dari itu, kita sebagai umat Rasulullah SAW juga meyakini hal yang sama, ikatan keluarga tidak boleh melebihi kekuatan iman. Dan tidak ada kenikmatan yang lebih tinggi bagi kita sebagai seorang ayah selain bergabung bersama anak dan anggota keluarga lainnya dalam membela Allah.
Keluarga yang sama-sama membela agama Allah ini telah dikisahkan juga dalam Al Quran tentang keluarga Ibrahim, Imran atau Luqman. Mereka telah dipilih oleh Allah untuk dijadikan bahan pelajaran bagi semua manusia.
Oleh sebab itu wahai sahabatku, keluarga sebagai orang-orang terdekat dan memiliki hubungan emosional yang erat dengan kita. harus kita ajak untuk sama-sama mengabdi kepada Allah. Kita harus berusaha sekuat tenaga agar tidak ada kejadian sebagaimana Abu Ubaidah bin Al Jarrah dengan ayahnya.
Kita berdoa kepada Allah agar dengan kakak atau adik kita tidak berseberangansebagaimana Mush’ab dan saudaranya.
Kita menggunakan segala daya upaya yang kita miliki agar keluarga kita, ibu, ayah, istri, anak dan saudara-saudara kita sama-sama menjadi pembela agama Allah. Itulah kesimpulan perang Badar.
Ramadhan bagi Keluarga
Ramadhan ini sahabatku, adalah sebuah bulan yang tiada bandingannya. Bulan yang di dalamnya terlalu banyak kebaikan untuk diabaikan. Bulan yang didalamnya pahala diberikan dalam jumlah tidak terkira untuk ibadah yang terlaksana. Bahkan bila kita kelelahan dan tertidur untuk memulihkan tenaga telah dihitung Allah sebagai sebuah kebaikan.
Kita tidak tahu apakah tahun depan kita masih bisa menggendong dengan mesra buah hati kita? Kita pun tidak tahu apakah kita masih bisa menggenggam erat tangan istri kita? Kita tidak bisa memastikan mungkinkah kita mencium tangan orang tua kita? Bisakah kita bersua dengan kakak dan adik kita?
Ataukah akan terulang lagi pertarungan antar keluarga?
Ramadhan ini sahabatku adalah momen untuk membangun kekuatan pengabdian kepada Allah bersama dengan seluruh keluarga kita. Kita ingin mereka menjadi orang-orang yang bisa saling memberi syafaat nanti di Hari Akhir. Kita tentu sangat berharap bahwa kita semua akan bertemu di surga Allah kelak.
Mungkin dulu kita tidak sadar dan kurang memperhatikan mereka. Mereka sebenarnya menunggu saat-saat indah untuk berbuka dan bersahur bersama. Mereka sebenarnya menanti saat-saat bergandengan dan berboncengan bersama menuju masjid dan musholla untuk tarawih berjamaah.
Jangan Lewatkan Ramadhan
Kesempatan ini berharga sahabatku. Maka jadikan ia tonggak perubahan kehidupan keluarga kita. Marilah kita kembali merengkuh mereka agar meningkat keimanan dan takwanya kepada Allah SWT. Kita biasakan diri kita dan keluarga kita untuk bersemangat dalam menjalankan ibadah kepada-Nya.
Sambil jangan lupa untuk senantiasa berdoa. Agar diri kita, keluarga kita mulai dari ayah, ibu, adik, kakak, istri dan anak-anak kita senantiasa mendapatkan limpahan rahmat dan hidayah dari Allah SWT sehingga nanti kita bisa berkumpul kembali di surga-Nya.
Mulailah untuk menjadi pribadi yang tunduk kepada Allah sebagai teladan bagi keluarga kita. Mulailah melatih diri berlama-lama sholat, dzikir dan membaca Quran. Bersegeralah untuk kembali memulai aktivitas ibadah dengan bersama-sama mengajak seluruh anggota keluarga.
Semoga dengan aktivitas-aktivitas ini, Allah akan menguatkan ikatan hati di seluruh anggota keluarga kita dengan Allah SWT. Dan akibatnya Allah juga akan menguatkan ikatan keluarga kita menjadi ikatan yang lebih dari sekedar ikatan darah tapi ikatan iman. Sebagaimana kita dapat dari kesimpulan perang Badar.
Wallahu A’lam